Profile

A freaky blogger, and an active blog-reader whose have a name often called with SICIL. I am 16 years old female. I love reading novels, and I drink tea. I just love the art. I love doodling random things that came from my mind. I am often chatty and simple minded, and the internet attracts me more nowadays.

Twitter Facebook Message

Disclaimer

In this disclaimer, I wanted to welcome you in my blog and thanks for passing by or visiting by any chance in here. The rules are as usual, no spamming or stealing nor copycatting. You may take inspiration, but don't expect from me too much. I do by my own creativity and I used my brain. Plagiarism are a terrible language, so I suggested for you not to use plagiary words nor accents. Hope you noted it.

Tagboard


Archives


  Recent posts:

  • Antara Hobi, Cinta, dan Persahabatan...
  • Trend Kerudung Terkini ^_^


    Credits

    Layout: Nicole and Dirah.
    Resources: Soonei and Sugarpink.

    Read the Printed Word!

  • Pacaran : Bagaimanakah Peranan Orang Tua?
    Senin, 27 September 2010 @ 20.41 | comment (0)

    PACARAN. Kata itu cukup nge-trend di kalangan remaja masa kini. Jangankan di kota-kota besar, di kota kecil tempat tinggal saya, seperti Lumajang ini, pacaran sepertinya sudah menjadi ‘kewajiban’ atau tuntutan bagi mereka yang mulai menginjak usia remaja.
    Kini, berjalan maupun berboncengan berdua  bukan lagi hal yang aneh. Bahkan bergandengan tangan maupun berduaan di tempat sepi (baca : mojok) sudah menjadi rutinitas sehari-hari siswa-siswi sepulang sekolah, maupun pada saat jam istirahat. Jangankan anak SMA, anak SMP jaman sekarang sudah banyak juga lho yang berpacaran.


    Memang sih, ngga semua orang tua melarang anaknya berpacaran. Tapi menurut saya, orang tua juga harus ‘berkembang’ sesuai dengan perkembangan jaman juga. Jadi ngga jadul-jadul amat. Salah jika orang tua dengan terang-terangan melarang keras anaknya untuk berpacaran. Apalagi jika over protective terhadap hal-hal yang berbau itu. Misalnya melarang anaknya bergaul dengan lawan jenis, ‘menyidang’ sang anak ketika sang anak ketahuan berduaan dengan teman lawan jenisnya. Harusnya orang tua memberikan pengertian ‘dari hati ke hati’ mengenai apa itu pacaran, dampaknya, serta bagaimana sang anak harus menanggapi ‘fenomena’ pacaran tersebut. Haruskah sang anak ikut-ikutan pacaran?? Atau malah menutup diri dari hal tersebut?

    Ketertarikan terhadap lawan jenis merupakan hal lumrah, terutama bagi para remaja yang umumnya memiliki keingintahuan terhadap sesuatu yang baru. Ketika seorang remaja melakoni apa itu pacaran, maka peran orang tua selanjutnya adalah mengawasi serta memberikan pengertian. Sehingga sang anak tidak perlu bersembunyi (baca : backstreet) dari orang tuanya. Dengan demikian, sang anak akan belajar bertanggung jawab atas kepercayaan yang orang tuanya berikan.

    ***

    Curcol bentar yah kawann....

    Sejauh 15 tahun saya ada, memang belum banyak pengalaman yang saya alami. Namun semua yang telah saya jalani, saya lihat, dan saya dengar membuat saya mendapatkan inspirasi untuk menulis ini. Pacaran sudah ‘kelewat ambang batas’. Entah apa yang dapat mengartikan kata didalam tanda kutip tadi. Tapi apapun artinya, sudah cukup membuat saya ngeri.

    Awalnya saya pikir semua yang berpacaran itu seperti saya. Biasa-biasa saja (meskipun sedikit-banyak dapat saya katakan serius karena pacaran itu ngga bisa main-main). Tapi ternyata....

    Analisis pertama : Mereka benar-benar menganggap pacaran sebagai hal yang serius sehingga mereka akhirnya terpancing untuk melakukan yang serius (juga).

    Analisis kedua : Mereka menganggap pacaran itu hanyalah main-main sehingga mereka sering kali bergonta-ganti pasangan.

    Analisis ketiga : Mereka terlalu terbawa dengan ‘masa remaja = masa yang paling indah’, sehingga hal-hal berbau negatif juga mereka terjemahkan sebagai hal-hal indah yang sayang jika mereka lewatkan.

    Analisis keempat : Kurangnya perhatian dari orang tua sehingga mereka terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak semestinya.

    Analisis keempat inilah yang sering saya temui pada sebagian orang-orang disekeliling saya. Orang tua terlalu sibuk sehingga terkesan tidak peduli dengan apapun yang dilakukan oleh sang anak.

    ***

    Saya sebagai remaja berusia 15 tahun merasa beruntung memiliki orang tua yang tidak pernah melarang saya berpacaran, juga tidak membiarkan saya terlarut dalam hal itu. Saya selalu terbuka pada orang tua, dan mereka pun selalu mengawasi saya. Bagi saya, ibu adalah oarang tua sekaligus teman curhat bagi saya. Sedangkan ayah, (tanpa mengurangi rasa hormat saya kepadanya), seperti layaknya teman yang selalu menyegarkan hari-hari saya dengan guyonan baru. Biasanya sih berhubungan dengan pacar saya. Hehe... :p Kepercayaan yang mereka berikan membuat saya jadi berusaha keras untuk menjaga kepercayaan mereka. Toh mereka juga sudah kenal dengan pacar saya, dan mereka tahu dia dari keluarga baik-baik.

    ***

    Jadi intinya nih kawan,
    1.       Apabila orang tua kalian seperti orang tua saya, jaga kepercayaan mereka. Jangan sampai melakukan hal-hal yang tidak seharusnya kalian lakukan.
    2.       Jadikan pacaran sebagai sesuatu yang positif, misalnya untuk menambah semangat belajar. Jika ada masalah yang berkaitan dengan itu, segera selesaikan, jangan sampai pacaran menjadi salah satu penyebab turunnya nilai pelajaranmu.
    3.       Berpacaranlah dengan wajar dan semestinya (sesuai ukuran anak seusia kita), jangan terlalu belebihan.
    4.       Jangan menyembunyikan apapun yang terjadi pada orang tua. Jika ada sesuatu yang memungkinkan orang tua untuk ikut campur dan membantu menyelesaikan, segera bercerita pada orang tua.
    5.       Apabila orang tua melarangmu untuk berpacaran, sebisa mungkin jauhi hal itu. Jika terlanjur nyemplung, usahakan orang tua tahu. Berbicaralah dengan orang tua, agar mereka mengerti dan bisa mencarikan solusi yang terbaik.

    Yeaahh... ternyata begitu besar yah peranan orang tua bagi kita. Bagaimana dengan orang tuamu???


    “Banyak orang tua yang tidak mengerti bagaimana menjadi orang tua, karena mereka tidak mau belajar bagaimana menjadi ibu dan ayah yang sebenarnya.” – Mr. Sutrisno, My English Teacher

    (rara)

    Label: